Love Experience #1: Mekar dan terbang terbawa sahabat sendiri

Love Experience #1: Mekar dan terbang terbawa sahabat sendiri
Nov 2001 

Seorang anak SMP kelas 2, baru selesai ganti seragam di dalam kelasnya setelah selesai pelajaran olah raga. Memasang kancing kemeja sambil berjalan keluar kelas, buru2 mau ke kantin gabung dengan yang lain. Brukk. Keluar kelas langsung belok kiri nggk lihat2, dia tabrakan dengan satu perempuan -sebut saja Ms F - yang sama nggk lihat jalannya karena sambil ngobrol. Tabrakan badan dengan badan, dagu dengan jidat. Sempat kaget dan saling pandang beberapa detik, mereka berlalu. Dari hari itu, caranya melihat Ms F jadi beda. Entah tabrakan itu mengaktifkan apa dalam dirinya.

Di kelas 2-1 itu ada 4 kolom, 6-7 baris. Total sekitar 47 siswa. Pintu masuk di bagian depan, sisi kanan dari posisi murid duduk menghadap depan. Posisi guru di sisi paling kiri, lurus dari pintu masuk. Si anak laki-laki duduk di meja kolom kedua dari pintu, baris ke-lima. Ms F duduk di kolom pertama, paling kanan, baris pertama persis di depan pintu masuk kelas. Secara teori, posisi ini cukup strategis bagi si anak, melihat kiri depan ada guru fokus ke pelajaran, lihat kanan ada Ms F – eh pintu keluar, kesannya pengen buru-buru keluar. Sampai akhirnya lama kelamaan melihat ke kiri kok ada teman-nya baris kedua di depan meja guru, malah melihat ke arah pintu. Apakah temannya ini juga sama saja, pengen cepet pulang, atau ada seseorang di arah tersebut yang menarik perhatiannya? Who knows.

Rasa ketertarikan si anak ini ke lawan jenis emang telat, baru kelas 2 SMP. Bandingkan dengan anak lain yang mungkin sejak akhir masa SD atau awal kelas 1 SMP sudah merasakan itu. Dia juga baru sadar yang lain sudah dari lama ya karena sekian kali melihat sahabat di depan meja guru itu ternyata memperhatikan hal yang sama dengan yang dia lihat, pintu keluar – meja paling dekat dengan pintu maksudnya. Entah disamber apa, sahabatnya ini tiba-tiba cerita tentang Ms F, dan rasa ketertarikannya, termasuk fakta bahwa dia sudah memperhatikannya sejak kelas 1, karena memang sudah sekelas. Si anak yang baru beberapa minggu ini mengamati jelas tidak bisa dibandingkan, jauuh. Riset sahabatnya ini lebih advance, sudah tau tanggal ultah sampai rumahnya. Puncaknya setelah Class Meeting semester akhir, sahabatnya ini minta ditemenin ke rumah Ms F. Dia mau ngasih sesuatu – lupa tepatnya apa – yang pokoknya proses ini akan sangat bikin malu kalau dilakukan di sekolah. Si anak dengan senang hati menemani, kesempatan tau rumahnya, melihatnya di rumah.

Kedua anak SMP ini akhirnya sampai di rumah Ms F, disambut Ibunya dengan ramah, mukanya mirip bener. Dipersilakan masuk, duduk di karpet, sempat dikasih minum sampai ayahnya keluar untuk sekedar menyapa – tentu dengan muka ayah yang masih belum rela anak perempuannya didatangin laki-laki. Kami akhirnya mulai ngobrol, berempat dengan ibunya sebentar, sampai akhirnya cuma bertiga dan sahabat ini ngasih barang. Obrolan cukup mengalir, tapi dari si anak dan Ms F, bukan dari si sahabat yang kaku kaya air putih masuk ke freezer. Kami pamit setelah 30 menitan di sana. Si sahabat menggenggam tangan kanan si anak setelah keluar dari rumahnya. Telapak tanggannya sedingin es. “Sikak grogi banget”, ujarnya. Si anak ketawa lepas, menertawai ke-grogi-an sahabatnya ini dan tentunya tawa bahagia bisa sampai rumah Ms F dan ngobrol dengannya. Entah siapa yang lebih advance di mata Ms F setelah kedatangan kami ini, si anak tidak peduli. Pada akhirnya rasa yang ada tinggal lega dan ikhlas karena ya mereka berdua, bukan orang lain. Baru mekar sebentar, sudah dibawa terbang sahabat sendiri. Tinggal gimana sisa benih ini dipupuk dengan pengalaman cinta yang lain lagi. Toh emang baru buka tirai, menuju kehidupan remaja pada umumnya.

Avengers: End Game

Film penutup dari 22 film EPIC Marvel Cinematic Universe. 11 years. 22 movies.

MCU total punya 22 film yang nyambung semua, dari awal sampai akhir, yang rasanya gak boleh kamu lewatkan satu pun untuk paham (Tapi Aku gak nonton The Incredible Hulk sih). Dengan cara yang tergolong baru saat itu untuk memberi gambaran film selanjutnya: Pakai End Credit. Membuat penonton di bioskop tetep sabar duduk ngelihatin credit title jalan, sambil iseng-iseng lihat kalau ada nama orang Indonesia yang terlibat. Sampai end credit-nya keluar, dan boom! Nambah excitement untuk nonton film selanjutnya. Nice work Marvel.

End Game, adalah lanjutan langsung dari Avengers: Infinity War. Cap dan sisa-sisa super hero dari war Wakanda kembali ke Markas Avengers. Entah bagaimana mereka nemuin pager milik Nick Fury dan memanggil Captain Marvel. Di angkasa, saat Tony Stark semakin menyerah krn hanya terombang ambing tanpa arah selama 22 hari, Captain Marvel datang dan membawa mereka ke bumi. Tony Stark pulang, turun dari pesawat, dan dipeluk oleh Captain America, bukan Pepper. Gak se-awkward yang diduga mengingat itu pertemuan pertama habis Civil War. Kita tahu di Infinity War Tony gak berani untuk sekedar nelfon Cap.

Diskusi kemudian terjadi, mau ngapain setelah ini. Membunuh Thanos pun tidak akan mengembalikan mereka yang sudah hilang. Pergolakan batin mereka yang bertahan, bahwa Avengers masih manusia biasa digambarkan jelas. Natasha nangis. Cewek yang selalu tangguh itu, bisa runtuh. Gambaran bagaimana kehidupan bergerak setelah Thanos berhasil membuat 50% manusia (gak ngerti manusia aja apa makhluk hidup lain juga) hilang jadi butiran debu ini berhasil dibuat sangat gloomy.

Saat semua sudah berjalan ‘normal’ selama 5 tahun, Ant-Man muncul dari dunia Quantum (Ant Man & the Wasp). Pulang ke rumah dan merasa aneh dengan keadaan, dia pergi ke Markas Avenger, untuk nyari Burger dan Taco, haha. Dia juga membawa ide dan optimisme bagaimana membalikkan semua ini. Satu-satunya peluang yang mungkin bisa. Tentu saja untuk melakukannya membutuhkan bantuan orang paling jenius di dunia, Tony Stark. Yep and the Roller coaster start to run, again.

Di Infinity War, kita tahu Dr. Strange dengan ngotot bilang tidak akan menyerahkan Time Stone meski nyawa rekan-rekannya jadi taruhan. Pas diomongin ngerasa bercandaan aja memang. Tapi bagaimana dia bertarung melindungi itu gak kelihatan bercanda. Twist muncul ketika Thanos mau membunuh Iron Man, Dr. Strange dengan kesadaran penuh menukar Time Stone dengan nyawa Tony. Tepat setelah dia hanya menemukan satu dari 14juta kemungkinan, mereka bisa menang lawan Thanos. This scene, I always remember. Muka Tony yang gk percaya, dan muka Dr. Strange yang mantap. Kita bisa katakan kalau Dr. Strange adalah the first person who knows this epic ending. Dan membiarkan Tony Stark hidup saat itu, adalah satu satunya harapan mereka bisa menang. Tony, pada akhirnya sadar hal ini, dan melakukan sesuatu yang begitulah.

End Game menurutku adalah film yang paling MCU, meski bukan terfavorit. Semua khas-nya MCU ada di sini, dialog yang kuat, drama, epic fight, plot twist, high-tech, romance, konyol. Ada semua lengkap. Plot-nya brilliant dan cukup sulit ditebak. Dengan tambahan banyak sekali call back, baik moment atau sekadar memorable dialog. Yang aku yakin setiap orang beda-beda nangkepnya atau ngerasainnya. Memorable dialog paling pecah menurutku tetep saat Cap ketemu Cap di New York. “Loki is here” | “Oh shit” | “I can do this all day” | “Yeaah I know, I know” (dengan muka kesel) | Trang!! (Suara 2 shield bertabrakan).

Callback paling simple tapi berkesan tentu saat Tony bisa ketemu Howard. Tony, yang sempat sangat membenci Howard karena jadi ayah yang gak bertanggung jawab karena kerja terus. Jadi alasan Tony tidak ingin jadi seperti dia. Meski akhirnya Tony ya emang anaknya Howard. Workaholic Genius. Entah kenapa banyak orang yg gk suka Iron Man 2, tapi aku salah satu yang paling suka. In this film, Howard said to Tony, that he built ‘City of the Future’ for Tony, “I am limited by technology in my time, but you will find out. And when you do, you can change the world. What is and always will be my greatest creation… is you”. Tony gak pernah bisa ngobrol dengan Howard, tapi di sini mereka bisa ketemu dan ngobrol banyak hal, sampai pelukan pas pamit. Duh kalau mbahas ini jadi sentimentil. Oh dan ternyata Jarvis adalah supir Howard. Baru tahu.

Terakhir, sebagai salah dua adegan paling dramatis dan membuat banyak orang nangis menurutku, saat Pepper mempersilakan Tony untuk istirahat, dan saat dia mengapungkan Arc Reactor pertama Iron Man dengan tulisan “Proof that Iron Man has a heart” di danau depan rumah Tony-Pepper-Morgan. Pas pertama diperlihatkan di Iron Man, kalimat itu biasa aja. Di akhir 22 film baru tahu, pesan-nya kuat banget.

Sempet baca artikel bahwa sampai Phase 3 ini (MCU menyebutnya begitu), porosnya adalah Iron Man. They started in 2008 and ends here with Iron Man as the Alpha. Gak mengecewakan sama sekali. Keren parah. Tinggal nunggu Far From Home dan MCU selanjutnya. Yep, aku memang penggemar Iron Man. I love you 3000.



Cerita Bapak #1: Ilmu Pengetahuan

Cerita Bapak #1: Ilmu Pengetahuan
Salah satu kebiasaan dengan Bapak dan keluarga yang aku seneng banget untuk melakukannya adalah duduk di mushola rumah sambil ngobrol ke sana ke mari, waktu antara sholat magrib dan isya. Baru aku sadari ternyata momen itu adalah cara Bapak dan Ibu untuk mendengar aku bercerita, menyelesaikan masalah, dan mendidik-ku, tentang banyak sekali hal. Bapak melakukannya dengan sangat baik, lewat obrolan ringan, lewat cerita-cerita. Bukan dengan digurui. Soalnya digurui udah sesiangan. Sama guru di sekolah. Dan di situ topiknya lebih banyak tentang agama, kepercayaan, atau materi umum yang pada akhirnya sampai juga ke sana. Setiap hari topik yang berbeda, tapi karena keterbatasan memori, aku hanya bisa mengingat dan bisa menuliskan beberapa saja. Yang lain entah sudah lupa, atau sudah jadi kebiasaan sampai tidak sadar.

Pernah waktu itu Bapak bercerita ada seorang peneliti dunia, pada satu titik menyadari bahwa hasil penelitiannya ternyata sudah ada di Al-Quran. Orang itu, kemudian masuk Islam. Waktu itu yang kami bahas ada 2 orang. Pertama, seorang Doktor yang menemukan air tawar dan air asin tidak bercampur di laut lepas. Air tawar dan asin tidak nyampur, di tengah laut, bukan di hilir sungai, rada sulit diterima logika. Doktor itu kemudian diskusi dengan seorang Muslim dan disampaikanlah bahwa fenomena ini sudah ditulis di Al-Quran. Meluluhlah dia. Yang kedua tentang seorang Doktor Neuroscience, menemukan bahwa ada satu saluran pembuluh darah di otak, yang hanya bisa dilewati darah ketika kita posisi sujud. Sujud, salah satu gerakan sholat, yang mana perintah untuk Sholat itu ada di Al-Quran.

Diskusi berlanjut ke Al-Quran dan Ilmu pengetahuan. Bapak saat itu bilang, “Al-Quran sudah ada ribuan tahun yang lalu, tapi hal yang baru ditemukan peneliti itu, ternyata sudah ada di sana. Padahal tentu teknologi pada masa itu belum menjangkaunya sama sekali. Keren kan. Al-Quran juga isinya makin terbuka seiring pengetahuan kita yang bertambah”. Aku meng-amini itu. “Islam adalah agama terakhir, yang akan ada sampai akhir zaman. Kata Al-Quran itu. Bukan kata Bapak. Dan apa yang akan jadi pedoman umat Islam untuk sampai kiamat nanti? Al-Quran dan Hadist. Maka untuk bisa melewati berbagai zaman ini, Al-Quran dibuat oleh Allah bisa terus relevan, dan lebih special karena ia dijaga oleh Allah sendiri. Ini salah satu Mukjizat Al-Quran, yang ada di salah satu ayatnya”. Aku mengangguk mengiyakan. Karena pernah juga mendengar Mukjizat Al-Quran ini.

“Sejak Nabi tiada, Al-Quran terus dibaca dan ditafsirkan orang-orang. Orang yang menafsirkan Al-Quran pada suatu waktu, bisa beda dengan dia menafsirkannya beberapa tahun kemudian. Apa yang membuatnya beda? Pengetahuan”. Islam memang sangat meninggikan ilmu pengetahuan. Beliau menambahi, “Semakin dalam ilmu kita tentang apa pun, bisa dibilang bertambahnya referensi, cara kita memahami dan menafsirkan sesuatu akan berbeda. Makanya ada beberapa Mazhab Islam. Beda pendapat antar ulama atau ahli tafsir itu keniscayaan, tetapi mereka akan diskusikan, dan pada akhirnya bersepakat. Kemudian kita juga temui ada beberapa penulis hadist. Kalau hadist lebih karena pada saat itu kan yang mengikuti Nabi sangat banyak. Tidak semua orang mengikuti Nabi dari bangun sampai tidur lagi. Keterbatasan sahabat dalam melihat Nabi ini, yang bisa jadi menimbulkan perbedaan pendapat antar satu dengan yang lain”. Aku gak bisa berkata-kata, hanya melongo. Bapak kemudian lanjut cerita tentang ada hadist Bukhari dan Muslim yang berbeda, beliau bilang hal itu bisa saja terjadi. Jadi ketika bersama Bukhari Nabi memang melakukan itu, tapi pada saat bersama Muslim kebetulan Nabi melakukan dengan cara lain, tentu tanpa meninggalkan substansinya. Lupa hadist-nya yang mana, tapi penjelasannya kira-kira seperti itu. PR buatku untuk mencari-nya.

Kemudian aku bertanya tentang apa itu substansi. Bapak menjawab, “Substansi itu inti dari suatu hal. Ada hal-hal atau aturan-aturan yang pasti di Islam, yang ditulis dengan jelas di Al-Quran atau Hadist. Tetapi ada lebih banyak hal yang kita bebas menterjemahkannya. Salah satu alasan kenapa Islam bisa terus relevan sepanjang zaman, karena dia tidak terikat bentuk, tapi lebih kepada substansi ini. Bentuk bisa berubah tergantung zaman, tapi substansi-nya harus tetap. Contoh: Adzan. Di zaman Nabi, diceritakan saat waktu sholat tiba, Bilal akan naik ke tempat yang tinggi, dan bersuara sangat keras agar semua orang mendengar adzan dan berbegas untuk sholat. Mungkin saat itu bisa dilakukan, karena orangnya masih ngumpul di satu tempat itu saja, belum banyak. Sekarang, adzan-nya tetap, tapi kita pakai speaker dari Masjid, agar jangakauannya luas (karena muslim sudah banyak). Adzan, substansi-nya memanggil orang untuk Sholat. Bentuknya, dulu langsung teriak, sekarang pakai Mic dan speaker. Substansi-nya tetap, bentuknya berubah. Apakah pakai mic & speaker dilarang karena Nabi tidak melakukan? Ya enggak, karena niatnya agar panggilan adzan ini tersampaikan. Dan perlu diingat, dalam islam, fitrahnya semua boleh, sampai ada yang membuatnya tidak.”

Beliau selalu memintaku jadi anak yang cerdas, jadi anak yang berfikir. Memintaku untuk terus belajar, melihat sekitar, dan jangan berhenti. Beliau tidak melarangku membaca komik, bermain sepak bola, atau pun mencoba banyak hal. Aku pikir karena selama itu bisa jadi Ilmu, ya nggk apa-apa. Itu adalah asset yang sangat berharga. Beliau hanya mengingatkan untuk selalu tau batas. Aku juga yakin beliau selalu mendoakanku agar Allah memberiku petunjuk untuk menjadi seperti apa yang Bapak harapkan ini. Maka aku juga harus berjanji pada diri sendiri untuk melaksanakan pesan-pesan Bapak ini. Sebagai cara terbaik menghormati beliau. Kemudian apa selanjutnya? Mereplika caranya hidup. Yang baik-baik tentu saja.

Untuk Bapak, Ayah, Papa, Abi hebat di seluruh dunia, semoga kuat dan amanah!
Juga untuk calon Bapak, siap2 lah!

Didi Kempot adalah Solo

Didi Kempot adalah Solo
Gara-gara tulisan Agus Mulyadi di Mojok, ingatan akan Didi Kempot dan Kota Solo tiba-tiba nyamber.

Didi Kempot Hits pas aku masih SD di tengah maraknya lagu-lagu dari Padi, Dewa19, atau Ebiet G. Ade & Tembang Nostalgia. Lagu stasiun Balapan meledak di pasaran, Genre Campur Sari yang baru-baru itu aku dengar muncul sebagai alternatif, dan langsung rame. Radio lawas Bapak yang biasa dinyalakan siang-sore tak henti-hentinya memutar lagu-lagu itu. Membuat liriknya mau gak mau nempel banget. Stasiun Balapan dan Terminal Tirtonadi -khususnya- jadi terngiang-ngiang terus. Ya, dua ikon kota Solo ini.

Dasar anak SD yang jarang ke mana-mana (atau sudah tapi gak inget), akhirnya kelewat penasaran dan menjadikan dua tempat itu jadi must visit place before death. Anak Parakan, ingin ke Solo. Jauh sih memang, kira-kira jaraknya 100 km. Sungguh jauh untuk ukuran anak SD.

Akhirnya kesempatan jalan sendiri ke Solo ada juga. Tempat pertama yang akhirnya disinggahi adalah terminal tirtonadi. SMA kelas satu kalau tidak salah. Bertiga dengan Iwan dan Widi, dengan tujuan akhir Gemolong. Naik bus dari ungaran ke Solo dengan semangat karena masih siang, tapi tetap saja ketiduran, ketiga-tiga-nya. Pak Kondektur yang mbangunin, kami kaget karena hanya tinggal bertiga di bus. “Turune lanjut nang omah ae Mas, wes tekan ki”. “Nggih Pak”, sambil ngelap iler. Patut disyukuri tirtonadi adalah terminal terakhir bus itu. Kami turun, dan aku sempatkan melihat-lihat terminal ini. Belum foto-foto karena buat apa? Orang belum ada Instagram.

Kalau Stasiun Balapan pertama kali dikunjungi saat kuliah, tahun pertama. Ikut kakak angkatan dari Jogja mau ke Malang, buat jadi supporter. Tentunya dengan segala pengalaman kakak angkatan yang sudah melakukan ini dari tahun ke tahun, kami ikut. Kami harus ke Solo dulu, karena gak ada kereta api ekonomi dari Jogja ke Malang. Jam 9 malam dari Janti ke Solo, sampai Solo sebelum jam 12 malam, lanjut jalan kaki dari Tirtonadi ke Stasiun Balapan. Di jalanan yang sepi, rada gelap karena Solo pelit lampu jalan, dan tempat banci-banci yang sliweran. Konyol sekali rasanya kalau diingat. Tentunya dengan fakta bahwa saat itu banyak angkatanku yang orang solo atau orang Jatim, yang harusnya lebih paham tentang rute ini (Saat itu belum ada GMaps). Tapi karena kakak angkatan yang bicara, mereka diam saja, dan ikut juga. Aku akhirnya mikir, mungkin ini karena mereka juga masih terlalu cupu, gak punya pengalaman ke stasiun Balapan. Kami pun masuk stasiun Balapan gak lewat pintu depan, tapi jalan kaki dari persimpangan rel kereta dan jalan raya, dilanjutkan menyusuri rel kereta. Uwuwu sekali. Hal ini bisa terjadi karena saat itu tiket masih beli di atas kereta, tanpa tempat duduk, dan masih dengan pedagangnya yang jalan ke sana ke mari mengusap muka kita yang tidur di tengah jalan dengan kakinya. “Pop Mie, Pop Mie... Mijon, Mijon...“. Aku, Harry 08, Kribo, Juki, Didit Ahong, Anam?, Hafidh?, menikmati jegijek-jegijek kereta malam sambil tidur seadanya.
Duh Solo, ternyata menyimpan banyak kenangan, bodoh 

Ini semua rencana-Nya untuk Bapak

Ini semua rencana-Nya untuk Bapak
Tidak ada perasaan tidak enak, tidak ada tanda-tanda yg bisa dibaca kecuali mungkin perasaan ingin telfon beliau malam jumatnya. Sayangnya tidak jadi telfon karena terlampau malam. Aku mengurungkan niat telfon hari itu, berniat tunda sampai jumat malam, yang pada akhirnya tidak pernah kesampaian.

Sebenarnya aku sudah mulai menyiapkan diri menghadapi hal seperti ini. I know it will come, but I didn’t see it coming this soon. Mendengar beritanya masih kuat, tapi mengingat beliau, mendengar suara Ibu dan kakak, mendengar cerita tentang beliau dari teman dan saudara, aku gak kuat. Ada rasa sedih, terharu, lega, lengkap. Aku mengenal beliau dengan cukup baik, tapi mendengar cerita tentang beliau dari orang lain - meski isinya sama - rasanya beda. Satu hal yang pasti, di depan siapa pun, beliau tetap sama.

Bapak meninggal dalam kondisi sehat dan bugar – setidaknya menurut penglihatan kami. 15 Maret 2019, saat belum genap 4 tahun pensiun jadi guru. Beliau masih rutin badminton setiap kamis dan minggu, masih jalan pagi dua hari sekali. Hari itu, setelah sholat subuh dan siap-siap pagi seperti biasa, beliau merasa dadanya agak panas dan ingin tiduran sebentar. Ibu meng-iya-kan dan melanjutkan aktifitasnya. Beberapa saat kemudian ada suara orang jatuh dan Ibu bergegas menghampiri. Bapak sudah tergeletak di lantai, di ruang tamu, di antara kamarku dan pintu depan. Dengan mengenakan baju jalan pagi-nya yang biasa. Ibu langsung memeluk erat dan berteriak. Saudara dan tetangga datang. Bapak sudah tidak bergerak, tidak bernafas. Saat itu jam menunjukkan waktu Bapak biasa mengeluarkan motor Ibu. Hari itu, motor Ibu keluar rumah, tapi bukan Bapak yang mengeluarkan dan bukan ke sekolah tempat Ibu mengajar.

Bapak meninggal tanpa sebab yang jelas, mendadak, tanpa merepotkan banyak orang. Hanya sempat ke rumah sakit untuk pemastian meninggalnya. Setelah itu proses dari penggalian kubur, memandikan, mensholati, dan mengubur berjalan lancar dan cepat, saat cuaca masih terang. Badan Bapak meski rada besar di perut tapi masih kencang di kaki dan tangan berkat olah raga rutin. Sahabat Bapak dan ponakan masing-masing 2 orang membantu Ibu yang sendirian memandikan untuk terakhir kali, sambil menangis. Tidak ada kotoran keluar dari lubang-lubang tubuhnya. Mukanya bersih dan cerah. Tidak beda seperti saat beliau tidur. Ibu dan kakak bisa sholat jenazah, anak laki-laki dan menantunya hanya bisa sholat ghoib. Sebelum akhirnya Bapak dikubur setelah sholat jumat, selamanya.

Hari itu telfon pertama Ibu ke aku adalah setelah sholat jumat. Beliau minta ijin untuk mengubur Almarhum Bapak saat itu juga. Langsung aku jawab iya. Memang rencanaku begitu. Tidak ingin membuat Almarhum menunggu terlalu lama, merepotkan yang lain, dll. Ada rasa menyesal karena tidak bisa melihat Almarhum terakhir kali sebelum dikubur. Tetapi rasa lega-nya lebih besar. Terakhir video call, aku memberi kabar baik, yang beliau sambut dengan bahagia dan bangga. Ketemu terakhir juga sangat puas. Kami sekeluarga menghabiskan waktu seminggu lebih di Parakan, Ungaran, dan Malang. Almarhum Bapak bisa tidur dengan anaknya, cucunya, selama itu dengan sangat intim. Yang biasanya hanya 2-3 hari saja, ini seminggu lebih. Bicara banyak hal, cerita banyak hal, tertawa bareng, foto bareng. Meski capek berjalan, beliau sangat semangat menggendong dan bermain dengan cucunya. Wajahnya yang puas bisa membuat cucunya tidur di gendongannya – iya cucu yang gak bisa diem itu – gak akan bisa aku lupakan. Allah selalu punya rencana dan cara. Ini semua rencana-Nya untuk Bapak. Aku hanya percaya itu dan bersyukur karena itu.

Hal lain, cukup bersyukur hanya melihat tamu di hari sabtu, karena kalau melihat yang hari jumat mungkin gak bisa berhenti nangis sih. Masih keinget kata Naruto, “Jalan hidup seseorang dilihat dari cara dia meninggal”. Dalam islam, cara orang meninggal tergantung dari cara dia hidup, amalan semasa hidupnya, hablum minallah-hablum minnanas. Aku bisa melihat itu setelah beliau meninggal, dan Aku ingin seperti Bapak.

Dari cerita Ibu, Bapak dan Ibu - ketika sedang berdua saja - pernah ngobrol tentang kematian. Bapak bilang, “Kita sudah tua, pada akhirnya akan meninggal. Kalau bisa milih, lebih ingin aku duluan yang meninggal, aku gak akan kuat kalau Ibu meninggal duluan.”

Ada 3 momen menangis yang aku ingat. Salah duanya karena Bapak.
1. Nangis pertama yang membekas, karena dimarahi Bapak. Belum pernah semarah itu. Lupa tepatnya kapan dan apa alasan aku dimarahi, yang jelas aku mengecewakan beliau. Jadi sejak saat itu, aku janji untuk tidak lagi mengecewakan beliau.
2. Sekitar tahun 2009 akhir atau awal 2010 lupa, jaman kuliah. Di kamar kosan, sendirian, aku menangis karena membaca komik. Saat orang tua protagonisnya meninggal.
3. Kemarin.

Kayaknya gak bakal bisa nangis lagi dalam waktu dekat sih, udah habis kemarin.

Thai, 250319

like father like son

like father like son
Sudah sewajarnya anak akan mirip dengan orang tuanya. Ada yang mirip dalam segi fisik, tidak jarang pula yang kemiripan itu lebih banyak dalam segi sifat. Itu wajar. Saya pun demikian. Ada yang bilang mirip ibu. Ada yang bilang mirip adiknya ibu. Sayangnya gak ada yang bilang aku mirip bapak. Iya dalam segi fisik. Muka lebih spesifiknya. Memang begitu sih, gak begitu mirip. Aku pun merasa demikian. Sayangnya aku pun gak merasa muka mirip ibu. Jadi aku ini anak siapa? haha.. yaah, setidaknya sampai sebelum aku kuliah.

Sejak masuk kuliah, Aku merasa makin mirip bapak, atau dalam beberapa hal mirip ibu. Secara fisik karena makin berisi dan mukanya lebih mateng. Beberapa teman bapak bilang demikian. Dalam pikiran mungkin karena aku sudah mulai berfikir dengan lebih dewasa? mungkin saja, meski sepertinya tidak. Yang jelas dalam beberapa hal, aku merasa mulai mirip. Ini pendapat pribadi, jadi jika mau protes sampaikan di comment, jangan masuk artikel, haa.. Sifat gak mau kalah dalam berpendapat. Salah gak apa-apa, yang penting ngotot dulu. Itu saya. Bapak, lebih dewasa, lebih banyak pengalaman, jadi salahnya sedikit, tapi tetap ada. Dan ketika dia salah dan aku benar, adu pendapat, maka tidak akan ada habisnya. Ibu dengan santainya malah tertawa. Merasa percuma mungkin melerai. Pernah kejadian kok, sering malah. Dan ketika sudah selesai, ibu akan mendekatiku, dan membisikkan, "nek gek rame ngono kui persis banget." sambil tersenyum. "ora ono sing gelem kalah". hagrrr..

Hal lainnya mungkin kebiasaan. Atau aku yang memang mengikuti cara yg bapak ajarkan. Mempersiapkan hal secara detail dan serapi mungkin. Baik dalam kegiatan sehari-hari, ataupun dalam tulisan dan hasil karya. Sebelum kenal 4S dari pabrik, aku lebih dulu mengenal cara itu dari Bapak, meski gak pakai nama 4S itu. Aku akan bingung atau merasa aneh ketika hal berubah, beda dengan kebiasaan. Ketika aku memakai tas kecil slempang, maka kunci kosan akan ada di bagian terdepan tas. Hampir pasti. Masuk kosan, kunci kosan akan ada di atas kasur, atau meja sebelah kipas angin. It's a must also. Bukan berarti tidak suka perubahan, tapi ini masalah kebiasaan, lebih suka ketika semua benda, dan tugas, dan apalah itu, ada pada tempat yang seharusnya. Sudah masuk alam bawah sadar. Masalahnya kalau lagi pas nyeleneh aja sih, naruh gak sesuai tempatnya malah bakal jadi bingung nyarinya, haha. 

Bentuk badan sih keturunan. Tipe kaki yang sama, sepatu yang seukuran, baju dan celana yang bisa saling tukar. Sama refleks olah raga juga keturunan, bisa dibilang bakat. Bukan sombong, meski fisik gak tinggi, bapak dapat loncat dengan sangat tinggi. Seperti itulah yang aku dengar dari teman-temannya. Sayangnya aku gak setinggi itu loncatnya. Dia bisa bermain di semua olah raga, aku pun demikian. Sekarang dia lebih ke badminton, sedang aku masih lebih suka sepak bola. Kami sama sama pernah bermain sepak bola untuk tim kauman, kampungku. Sudah banyak tanding juga. Posisi defender, sama, bedanya dia kadang main sebagai forward, aku selalu defender. Sama-sama pemain inti juga. Pernah suatu ketika aku bermain, teman satu tim bapak dulu melihat, dan ketika bertemu bapak dia bilang "maine podo bapakne" mendengar itu seperti biasa, tak mau kalah. "wah yo gak mungkin, apik aku pisan pindo". Melihatku menang pun biasa saja. Memang seperti itu. hahaa.. yaah memang anaknya ini harus lebih berusaha, melebihinya.

Aku seperti anak kecil pada umumnya, mengidolakan sang bapak. Dia panutan, contoh, teman, guru, imam, dan seperti itulah. Pribadi yang pengin aku samai, tapi sepertinya bapak pengen aku melebihinya, meski tidak tampak seperti itu. Ya gimana gak pengen minimal disamai, dia adalah orang yang sangat baik, bukan hanya aku yang bilang. Seorang pribadi yang tangguh dan cerdas.

Tulisan lama yang akhirnya diposting.

Time moves fast

Time moves fast
When we don't even notice have been in the last page of this chapter.

I still remember, when I spent my last day of 2013 having fun with Iwan, Febi, & Toni. Playing cards & Dota just like ordinary collage student.
I was in Jogja, just like 3 years before.
Like I always did.
Not really special because I didn't think that it should.

But the point is, some people, including me, need some milestone or pit stop, to divide this long long long journey of life into some chapters. And because we live in this years-domain universe, the most common things to divide this live journey is by years.

I am now zzzzz years old.
I didn't notice that I am at this stage in my -we can call young- ages.

Join one of the biggest manufacturing company in a deep-thought-and-full-of-consideration decision.
In a city I didn't know it is exist in Indonesia before I come into here.
I was absolutely wrong while thinking it would just be ordinary life inside it.
Time moves fast, but in here, it moves faster.
I always been forced to think. In here, looks like I've been forced in a higher level.
Induction, doing-learning jobs, job-field, first-mid-final of writing-learning-and-present improvement.
I still remember, I didn't even imagine it would be this full-of-life-science for being worker.
My brain grew in different way (again)

I have my salary for the first time,
and give my all for the first time, to get home, and live.
Feel how a "Mudik" is, even not in Lebaran Holiday.
17 hours sit properly in a bus. What a travel.

Then I travel by train to Cirebon, and surprise them with my present. for the first time.

I accompany her to get home in Jakarta, and help her to move to better place then.
Discuss for decorating the interior.
Exciting activity with full of emotions-sparks :p
& very delighted to be given your special film and notes for me.

One of the best things is went to Jogja to keep in touch with Mechanical Engineering Family in a ME-UGM-students ways.
Maybe will be the last time to join, but no regrets cause life must go on.
I just be thankful that I could join.
Sorry for someone out there, you know well that your man is this stupid moron.

At the end of first half, on her special day,
I just only can gave her notes,
Not everything about her of course, because I still have many things to write down :D

In 2nd half, I was fasting not in Semarang, Jogja, or even Parakan for the first time.
And only going home for 3 days for Lebaran!!
That's a "Mudik", what an absolutely hectic days but worth to try in live.

I cut my own "kambing", without even try his warm-tender-delicious-meat, haha.
That's hurts, I want to eat it too :(
Cook Sate or tongseng :(
Want it.

Going to Dufan, as I promise before.
3 times in a years. Not so big things I think.
With friends, with Ika, & with my beloved sister.
Many story had been tell, many words came out.
I think it was the first time I spent my whole day together with my sister in such kind of activity.

End years were Travels Time.
Journey of 2 persons who really miss their collage barn yard, haha
and as they always imagine, Jogja still have his style.
Reuni Akbar Teknik Mesin UGM, Ngayogjazz, find local souvenir, and of course exclusive-culinary.
What a package!!

Others trip are Cikampek, TMII, Cirebon, Jogja, Jakarta Timur, Pancoran.
Happy to be one of picture in theirs one of the best days.
Sorry for others, I couldn't join all, but I always wish the best for you!

In the end, I still have many things to do, still have many trip to complete.
But lets close this chapter with smile :)
Maybe I still have many fault this years,
Decreasing productivity in some portion,
But revolution for next chapter, Lets rock!! Increasing in many things!!

Thanks to everyone inside this chapter.
Really thankful I have you here :)

Happy Working Day in this 31 Dec 2014 :D

Karawang, 31 December 2014, 21.03

Kosan yang hangat di tengah dinginnya karawang.